Kamis, 26 September 2013

ECW 2013 " Calculated Risk Taking "

Transkrip Video Calculated Risk Taking - Pak Ciputra
 
Saya bahagia pula dapat berjumpa dengan Anda semua para Onliners daripada Universitas Ciputra UCEO. Benar-benar saya bahagia dan dari laporan yang kami peroleh bahwa minat untuk UCEO ini makin bertambah. Sudah puluhan ribu yang mengikutinya. Saya benar-benar senang karena usaha kita dapat diterima dengan baik.
Nah, saya meneruskan lagi tentang makna daripada sajak yang kami sampaikan pada waktu yang lalu. Punya mata, namun tidak melihat. Melihat, tapi tidak mempunyai arti, dan seterusnya. Dan kemudian, sudah berkesan, tapi tidak bertindak.
Nah, kenapa dia tidak bertindak? Karena macam-macam alasan. Mungkin dia belum benar-benar kepingin untuk menjadi Entrepreneur, tapi mungkin karena dia takut mengambil resiko. Nah, hari ini saya bicara tentang resiko tersebut. Resiko tersebut untuk seorang Entrepreneur yang sejati itu dapat diperhitungkan. Kemana resikonya? Berapa besar? Dan sebagainya. Walaupun tentu ada resiko di dalam sendiri, di dalam perusahaan, dalam diri kita, ada resiko yang datang dari luar. Oleh karena itu seorang Entrepreneur kami anjurkan supaya mempunyai integritas dan profesionalisme. Punya keahlian. Jangan hanya berusaha tanpa keahlian.
Seorang penjudi juga seorang yang paling berani mengambil resiko. Bayangkan, sesuatu hal yang tidak bisa diperhitungkan. Dia tahu kalau main judi itu umumnya kalah. Tapi toh dia berani mengambil resiko dengan harapan, tetap dengan harapan dia akan beruntung, dia akan menuai keberhasilan. Tapi seorang Etrepreneur semakin yang dari dalam bisa diperhitungkan. Dari luar sudah diperhitungkan. Oleh karena itulah sebelum kita bertindak, kita hitung tentang market, tentang keuangan, tentang produksi, tentang sumber daya manusia, tentang wawasan.
Nah, kita harus hitung betul-betul. Kalau kita sudah bisa berhitung, maka kita akan berani mengambil resiko tersebut. Lebih berani kita. Dan sebelum kita bertindak harus dipikirkan juga kalau perhitungan kita meleset, bagaimana kita harus mengatasinya? Seperti orang berperang, dia mikir kalau saya menyerang, menang. Menang, hanya memikirkan menang. Tapi kalau saya dikalahkan dalam suatu peperangan apa yang seharusnya k lakukan? Kalau saya kalah dalam suatu peperangan, apa yang kita harus lakukan? Begitu banyak contoh. Ya, pertempuran dilakukan, ternyata dia pertempuran kalah. Tidak memikirkan kalau kalah bagaimana. Umumnya itu diperhitungkan oleh panglima. Bukan oleh anak buah. Jadi kita harus hitung juga resiko kalau kita kalah bagaimana?
 Contoh yang hebat, pada waktu krisis tahun ‘98 yang lalu. Itu betul-betul dapat diuji. Siapa mengambil tindakan dengan berani mengambil resiko, dengan perhitungan. Siapa yang tidak? Umumnya mereka tanpa perhitungan. Itu sekarang tidak eksis lagi. Umumnya konglongmerat, pengusaha yang tahun ‘98 tidak mengambil perhitungan yang matang. Nah, sekarang Indonesia sedang diuji lagi. Sedang diuji lagi. Ekonomi sedang bergejolak . Ada orang sebut sekarang adalah pre-krisis.
Nah, itulah. Bagaimana itu harus diperhitungkan. Ada bahkan Entrepreneur yang hebat sedang ia perhitungkan bukan hanya mengatasi kesulitan dia sekarang. Dia akan mengambil manfaat dalam keadaan gejolak ekonomi sekarang ini. Oleh karena itu mereka sangat perhitungan dengan matang-matang sekali. Seperti misalnya begini. Kita adalah perusahaan dalam real estate. Apakah waktunya kita membangun? Apa waktunya kita menjual? Atau baru apakah waktu kita punya uang? Atau kita diam saja? Nah, inilah yang harus benar-benar diperhitungkan.
Jadi, untuk secara kesimpulan. Resiko itu Kalau kita dapat mengitung secara matang resikonya, maka kita akan berani mengambil tindakan. Jadi, pada Onliners. Hitung betul-betul. Persiapkan benar-benar. Kalau Anda punya persiapan yang benar, Anda dapat menghitung segala persiapan dilakukan dengan baik, maka Anda akan berani mengambil resiko, walaupun tidak semua resiko dapat diperhitungkan.  Terutama resiko dari luar.
Sebagai contoh, Soros, seorang yang investor yang luar biasa sekali. Dia selalu dalam keadaan apa dia menang terus. Dia sekarang punya strategi mengatasi bukan hanya krisis di satu negara, tapi seluruh dunia, dia sudah perhitungkan semua. Seperti Warren Buffet itu terkenal investor-investor yang selalu mengambil resiko. Mereka bertumbuh terus. Mereka tidak punya usaha sendiri. Mereka milik perusahaan yang lain. Jadi, perusahaan yang lain itu manajemen lain yang melakukan perhitungan. Presentasi sama dia, dia lihat, wah, ini benar. Dia investasi. Tanpa punya perusahaan dia. Tanpa perusahaan yang bersifat produksi. Dia hanya sebagai investor, dia terus berkembang. Jadi dia punya wawasan yang hebat. Jadi, entrepreneurship tersebut punya wawasan. Anda mulai mengambil resiko dengan menghitung yang cermat tentang wawasan, tentang vision. Ekonomi besok, lusa, tahun depan akan menjadi bagaimana? Bukan saja menunggu seperti seorang bebek menunggu saja untuk ditembak. Untuk diterjang oleh anjing. Yang benar-benar sudah diperhitungkan.
Nah, dalam keadaan gejolak begini justru sebagian pengusaha rugi, justru sebagian untung. Yang untung tersebut yang punya perhitungan. Jadi Onliners, hitung betul-betul dan maju. Maju. Maju. Termasuk perhitungan, kalau Anda rugi, apa yang Anda lakukan. Tapi dalam sajak tersebut, seorang Entrepreneur sepuluh kali gagal, sebelas kali dia bangkit. Tentu jangan gagal yang benar-benar fatal. Gagal kecil-kecil itu biasa. Saya juga banyak kegagalan saya lakukan. Tapi yang kecil-kecil. Yang fatal waktu krisis tahun 98 yang lalu. Tapi karena sudah ada perhitungan, semua saya dapat lalui dengan baik. Sesudah krisis, kita juga harus menghitung untuk berani mengambil resiko. Resiko tersebut termasuk sampai resiko memperhitungkan kesempatan. Kesempatan dalam keadaan kesempitan tersebut ambil kesempatan yang fair. Yang sesuai dengan etika. Sesuai dengan undang-undang. Ambil kesempatan untuk kita bangkit dan berkembang dengan pesat.
Inilah sambutan kami pada hari ini. Mudah-mudahan para Onliners terus maju. Terus berkembang dan sukses.
Salam Entrepreneur. Semoga Tuhan menyertai kita semua..
Transkrip Video Calculated Risk Taking - David Sukardi Kodrat
Salam Entrepreneur..
Saya David Sukardi Kodrat, Dekan Pancasarjana Universitas Ciputra akan membawakan topik tentang pengelolaan resiko sebagai kunci menjalankan bisnis bagi para UC Onliners.
Untuk pertama kita akan belajar kepada Pak Ciputra yang melakukan bisnis misalnya, kita bisa melihat untuk wilayah Surabaya ketika Citraland dibangun. Kita melihat bagaimana Pak Ciputra dengan naik pesawat terbang kemudian ditunjukkan oleh gubernur untuk tanah di tengah kota, ternyata Pak Ciputra menolak. Mengapa Pak Ciputra menolak? Karena dia melihat tanah di tengah kota tempatnya kecil. Tapi ketika Pak Ciputra Pergi ke daerah Lakarsantri, ketika beliau lihat tanahnya begitu luas. Tapi persoalannya ada yaitu tanahnya gersang. Ketika dia melihat persoalan tanahnya gersang, Pak Ciputra ambil keputusan, “Oke, saya akan beli tanah ini”. Kurang lebih luasnya 2.000 hektar.
Dari situ kita melihat ternyata Pak Ciputra berani mengambil resiko di mana tanah kering itu dengan visinya Pak Ciputra akhirnya dia merubah menjadi seperti sekarang ini yang kita lihat misalnya ada sekolah internasionalnya, ada sekolah nasional plusnya, kemudian ada lapangan golfnya, kemudian ada fresh marketnya, bahkan ada namanya waterpark yang cukup besar di Indonesia. Nah, dari situ kita mulai melihat apa sih resiko itu? Kalau kita melihat grafik di sebelah kiri, itu suatu kurva distribusi normal. Kalau kita lihat yang garis merah itu adalah resiko yang merugikan. Di sebelah kanan itu yang kita lihat adalah resiko menguntungkan dengan garis biru seperti itu. Jadi artinya kalau kita melihat dalam distribusi normal itu, kemingkinan yang disebut dengan resiko adalah penyimpangan-penyimpangan yang merugikan. Tapi ketika penyimpangan yang menguntungkan itu dikatakan menguntungkan. Itu makna dari resiko.
Kemudian kita akan melihat bagaimana hubungan resiko dengan return. Ternyata resiko itu punya makana yang berbeda. Misalnya, kita lihat grafik di sini. Untuk orang A. Orang A di sini kita melihat bahwa dia berharap return yang tinggi untuk resiko yang rendah. Tapi sebaliknya, orang B kalau kita perhatikan di grafik sini sebelah kiri itu dengan return tertentu, dengan resiko tertentu, orang ini masih berani. Tapi sebaliknya, untuk orang tipe C itu dia bisa melakukan usaha dengan resiko yang besar meskipun returnnya kecil. Jadi kita bisa melihat bahwa ternyata orang C itu lebih bisa mengambil resiko tapi orang A lebih takut terhadap resiko. Sedangkan orang B adalah tipe orang moderat.
Kemudian kita akan melihat lagi bagaimana sikap dalam menghadapi resiko? Ternyata ada empat sikap dalam menghadapi resiko. Yang pertama yaitu, kita bisa belajar misalnya menghindari resiko sepeti orang tipe A tadi. Jadi itu contohnya misalnya seperti karyawan. Tidak berani mengambil keputusan, tidak berani mengambil usaha akhirnya dia ikut sama orang lain. Kemudian yang kedua adalah tipe orang yang berani menghadapi resiko. Yaitu artinya dia bisa mengambil kemungkinan-kemungkinan di mana yang dia hasilkan di luar perkiraan. Kemudian yang ketiga adalah memindahkan sebagian resiko yaitu dengan membayar premi. Itu contohnya adalah para manajer. Kemudian yang ketiga adalah mengurangi resiko dengan melakukan portofolio. Itu misalnya dilakukan oleh investor-investor usaha dengan berinvestasi pada berbagai macam saham. Itu sikap dalam mengahadapi resiko.
Kemudian kita akan melihat bagaimana sih resiko dalam praktik. Resiko dalam praktik ternyata ada dua macam yaitu, satu resiko yang bisa dihindari, kedua adalah resiko yang tidak bisa dihindari. Untuk resiko-resiko yang tidak dapat dihindari misalnya kita melihat adalah bencaa alam, itu tidak dapat dihindari. Tapi resiko-resiko yang dapat dihindari misalnya adalah karena faktor manusia, karena faktor sistem, dan karena faktor proses. Misalnya  kita melihat Sempati Air. Pada waktu Sempati Air dibangun dengan Pak Hasan Sudjononya yang sangat inovatif. Dia kebetulan lulusan dari Harvard University. Dan dia lulusan yang terbaik. Ketika dia menjalankan Sempati Air, dia terapkan sistem dengan begitu baiknya. Tapi, ternyata apa, orang-orang di bawahnya tidak bisa mengikuti sistem yang sidah diterapkan. Misalnya, pada waktu itu setiap keterlambatan satu menit Sempai Air mengganti kerugian seribu. Saya pernah pada waktu itu hampir dua jam waktu saya mau ke Semarang. Akhirnya saya dihitung. 120 menit kali seribu. Jadi saya dapat uang seratus dua puluh ribu.  Padahal pada waktu itu biaya perjalanan ke Semarang hanya kurang lebih enam puluh ribu. Nah, kalau itu terlalu banyak dimanfaatkan oleh orang lain karena kesalahan manajemennya, maka resiko ini menjadi sangat besar. Itu contoh.
Baik, setelah kita melihat bagaimana resiko dalam praktik, selanjutnya kita akan melihat sudut pandang dalam melihat resiko. Ada tiga sudut pandang dalam melihat resiko. Yang pertama adalah dilihat dari siklus hidup perusahaan. Yang kedua dilihat dari bidang usahanya. Yang ketiga, kita bisa melihat resiko dari sudut pandang Bank Indonesia.
Dari sudut pandang siklus hidup perusahaan, resiko itu dibagi menjadi dua yaitu misalnya pada saat kita mau start up bisnis, yang kedua adalah pada saat scale up bisnis.
Untuk start up bisnis resiko tersebut biasanya dalam memilih jenis usaha, kemudian memilih rekanan, kemudian membuat keputusan pendanaan, dan terakhir yaitu keputusan teknis. Contoh misalnya. Pada waktu saya bekerja di Orang Tua Group, pada waktu kita mau masuk dalam bisnis kopi, pada waktu itu kita melihat bisnis kopi sangat maju. Misalnya dari kapal apinya, dia mempunyai market share begitu besar. Kemudian kita coba masuk ke kopi Samba, ternyata ketika kita mulai berbisnis ke kopi Samba kurang lebih dua tahun, ternyata apa yang terjadi? Ternyata konsumen kopi itu sama fanatiknya dengan konsumen rokok, sama dengan konsumen minuman keras. Akibatnya kopi samba itu menjadi Samba-Tan. Kenapa Samba-Tan? Karena salesmannya tidak bisa jualan kopi. Akibatnya kita tutup. Karena apa? Resiko dalam jenis usaha yang kita masuki. Kemudian yang kedua, misalnya kita bisa belajar dari Extra Joss. Bagaimana Extra Joss pada waktu awalnya itu memilih rekanan. Ketika dia memilih rekanan, yaitu dalam suatu grup adalah perusahaan farmasi. Sehingga ketika Extra Joss dimasukkan ke dalam perusahaan distribusi bidang farmasi yaitu ke apotek-apotek, Extra Joss tidak bisa berkembang dengan baik. Tetapi ketika Extra Joss memilih ditribusinya yang tepat, yaitu untuk menggarap bidang consumer good, akhirnya apa yang terjadi? Extra Joss bisa diterima secara umum. Itu yang menarik.
Kemudian dalam keputusan pendanaan. Misalnya, ketika Grup Ciputra pada waktu tahun ’97, dia mendanai proyek-proyek ini hampir sebagian dengan menggunakan dana pinjaman. Tapi setelah tahun ’97, setelah krisis, Grup Ciputra mendanai proyek-proyeknya dengan dana sendiri. Nah, dari situ kita melihat ada banyak hal yang ketika kita melaksanakan proses start up bisnis itu bisa menimbulkan resiko. Tapi kalau dikelola dengan baik maka resiko itu akan berjalan dengan baik pula.
Kemudian resiko yang kedua dari siklus hidup perusahaan yaitu pada waktu kita malakukan Scale Up bisnis. Ketika kita melakukan scale up bisnis, resikonya apa? Yang pertama adalah kelangkaan dan kenaikan bahan. Kemudian yang kedua adalah persaingan bisnis. Misalnya kita bisa belajar dari Makro. Ketika Makro ini mulai jalan, ternyata pesaingnya mulai masuk yaitu Carrefour, Giant mulai masuk. Akibatnya Makro yang bersifat eksklusif, membernya harus masuk, dan anak-anak tidak boleh masuk, itu tutup. Tapi bahkan Carrefour sama Giat sampai hari ini terus berkembang. Jadi artinya munculnya pesaing bisa membunuh pesaing yang lain. Misalnya lagi, kalau kita belajar dari Starco. Starco pada waktu itu bisnis pager yang sangat bagus. Semua orang pakainya pager, pager, pager. Tapi begitu handphone-handphone masuk, yaitu yang GSM masuk, mobilenya masuk, akibatnya Starco ditinggalkan. Bahkan sampai hari ini mati. Itu contoh bagaimana persaingan bisa menimbulkan resiko, bahkan penutupan bagi usaha. Kemudian yang berikutnya adalah perubahan selera konsumen. Misalnya pada waktu itu konsumen sangat senang dengan Nokia. Awalnya sebelum Nokia adalah Motorola. Motorola masuk, terus dia dengan handphonenya yang besar kemudian mati. Dibunuh oleh punyanya Ericson. Kemudian Ericson lama-lama tidak disukai konsumen akhirnya beralih ke Nokia. Nokia, sekarang orang mulai beralih lagi pada Blackberry. Nah dari situ kita melihat bahwa perubahan teknologi, perubahan selera konsumen akhirnya bisa menimbulkan resiko. Tapi setiap resiko yang dikelola dengan baik oleh para pemiliknya maupun para manajernya tetap akan menimbulkan pertumbuhan untuk bisnisnya.
Yang berikutnya adalah resiko menurut Bank Indonesia. Menurut Bank Indoesia, resiko bisa dibagi menjadi lima, yaitu: 1) Resiko Pasar, 2) Resiko Kredit, 3) Resiko Likuiditas, 4) Resiko Operasional, 5) Resiko Strategik.
Dari situ kita melihat misalnya resiko pasar, yaitu berdasarkan variabel pasar. Misalnya seperti saat ini di mana suku bunga akan naik dengan tingginya. Kemudian kurs dollar sampai hari ini sudah mencapai sebelas ribu. Nah, apakah kita akan melakukan investasi? Ataukah kita menunggu. Tapi sadar, setiap ada masalah pasti ada peluang. Kemudian yang kedua. Resiko Kredit. Ketika debitu-debitur kita ketika kita melakukan penjualan kredit, ternyata mereka tidak sanggup membayar. Akibatnya akan banyak kredit-kredit macet. Kemudian yang ketiga adalah resiko operasional. Yaitu di mana fungsi-fungsi proses bisnis internalnya tidak berjalan. Kemudian yang keempat adalah resiko hukum. Yaitu di mana pendirian perusahaan tersebut tidak mengikuti kaidah-kaidah hukum yang berlaku, sehingga bisa menimbulkan tuntutan hukum. Kemudian yang kelima adalah resiko strategik. Ini terdiri dari resiko reputasi dan resiko kepatuhan. Nah, kita bisa melihat ketika strategik perusahaan tidak responsif  terhadap lingkungannya, maka bisnis kita juga akan mendapat resiko yang cukup besar.
Berikutnya kita bagaimana sih caranya mengidentifikasi resiko? Untuk mengidentifikasi resiko, kita ada empat cara. Yang pertama dengan metode analisa. yang kedua dengan metode observasi dan survey. Yang ketiga adalah dengan metode risk marking. yang keempat adalah dengan metode informasi dari expert. Kita akan melihat yang pertama yaitu metode analisa. misalnya, kita akan melihat bagaimana resiko itu muncul. Misalnya dari keluhan pelanggan. Nah, dari keluhan pelanggan kalau terlalu banyak pelanggan yang mengeluh ini akan menimbulkan word of mouth. Misalnya, dalam hukum word of mouth itu ada dicerikatan bahwa setiap orang yang mengeluh satu orang itu akan diceritakan ke sebelas orang. Jadi, sampai layar kedua saja yang sudah mengeluh berarti ada kurang lebih seratus dua puluh satu orang tahu permasalahaan kita. Sehingga semakin banyak orang yang mengeluh itu buat bisnis itu semakin tidak baik. Itu kita harus menganalisa kita lihat apa yang menyebabkan pelanggan mengeluh? Entah itu kepuasan, entah itu dari kualitas produknya, atau kualitas layanan kita, atau harganya yang terlalu mahal, itu harus cepat mendapat respon dari perusahaan.
Kemudian informasi tentang produk cacat. Semakin banyak produk cacat, itu juga di mata konsumen itu menjadi sangat tidak baik. Misalnya kita bisa belajar dari perusahaan farmasi. Pada waktu itu pengalaman dari Johnson & Johnson, itu dilihat ada satu produknya  ketika orang diminumi itu, ternyata membuat anak dalam kandungan menjadi cacat. Pada waktu itu Johnson & Johnson langsung bergerak cepat. Dia bereaksi ke pasar ketika dia lihat ke pasar ternyata dia menarik seluruh produknya. Ketika dia tarik seluruh produknya, apakah ini menimbulkan kerugian bagi perusahaan? Ternyata tidak menimbulkan kerugian. Kenapa tidak menimbulkan kerugian? Karena Johnson & Johnson langsung mengumumkan bahwa mungkin ada dari sedikit cutomernya itu atau orang-orang yang tidak suka itu mencampurkan sesuatu bahan sehingga membuat efek cacat pada janin yang akan dilahirkan. Nah dari situ respon positif dari perusahaan cepat terakumulasi.
Kita juga balajar misalnya dari pengalaman dari perusahaan  misalnya P&G. Protect and Gambler. Procter & Gamble pada waktu itu diisyukan bahwa dia termasuk pengikut gereja setan. Karena apa? Karena logonya memang kalo kita perhatikan mirip dengan logo-logo seperti itu. Nah, akibatnya pada waktu itu yang direspon oleh P&G pada waktu itu cukup lambat. Akibatnya apa? Setiap hari dia menerima keluhan pelanggan kurang lebih seratus ribuan pelanggan, sampai akhirnya dia mengundang banyak pihak termasuk para rohaniawan untuk menjelaskan bahwa memang P&G tidak ada hubungannya dengan gereja setan. Nah, dari proses seperti itu akhirnya karena lambat respon yang awal, dia bisa juga membuktikan sampai hari ini P&G termasuk  perusahaan besar. Johnson & Johnson juga termasuk perusahaan besar. Tapi kita bisa belajar, setiap kita melakukan analisis, setiap ada keluhan pelanggan, kita sebagai perusahaan harus secara cepat meresponnya. Kemudian kita bisa menganalisis dari track record sumber daya manusia. Nah, kalau kita punya sumber daya manusia, yang semakin bagus, yang semakin capable, kemudian punya kompetensi tinggi, itu semakin resiko kita semakin kecil. Tapi setiap kita punya track record ternyata SDMnya tidak berkompetensi, pilih yang sembarangan, proses rekrutmennya tidak baik, itu malah menimbulkan essence yang cukup besar. Itu kira-kira.
Kemudian kita akan melihat lagi dari metode observasi dan survey. Misalnya, kita bisa melihat dari proses kebiasaan. Misalnya kita lihat kebutuhan pasar. Di sini saya akan memberi contoh pada industri sepatu. Misalnya, ketika konsumen membeli sepatu, antara pria dan wanita ternyata cukup berbeda. Misalnya, kalau pria, kalau membeli sepatu itu yang penting cocok di kaki. Tapi wanita untuk membeli sepatu dia lihat yang penting cocok di hati. Sehingga dari perbedaan kebutuhan pasar, perbedaan lifestyle ini akhirnya kita tahu. O, kalau kita membuat sepatu wanita yang penting kalau dibanding dengan sepatu pria mungkin harganya tidak terlalu mahal. Jadi kalau satu sepatu pria, mungkin bisa beli  tiga sepatu wanita. Karena apa? Karena wanita senang berganti-ganti mode. Itu yang pertama.
Kemudian yang kedua, misalnya kita lihat kebutuhan, kebutuhan pasar. Ketika wanita membeli kosmetik, sebetulnya apa sih yang dibeli oleh para wanita ketika dia beli kosmetik? Ternyata wanita itu ingin supaya mereka terlihat cantik. Jadi ketika kosmetik, alat-alat kosmetik tersebut tidak mampu membuat cantik wanita, mereka akan ditinggalkan. Contoh lagi misalnya, ketika orang membeli hanphone, sebetulnya apa yang dia inginkan? Satu, kemudahan hubungan, yang kedua adalah gaya hidup. Nah dengan kita mengamati kebutuhan pasar, akhirnya kita meminimalkan resiko. Dan meminimalkan ketidakpuasan pelanggan. Sehingga dengan mengidentifikasikan resiko-resiko seperti tadi, baik itu melalui metode analisa maupun metode observasi, akhirnya bisa memperkecil resiko.
Nah, kemudian bagaimana caranya kita mengelola resiko? Nah, untuk mengelola resiko, ada empat tahap. yang sebaiknya kita perhatikan. Yang pertama adalah, kita rangking semua resiko yang mungkin terjadi. Kemudian yang kedua adalah urutkan berdasarkan dampak yang ditimbulkan. Yang ketiga adalah solusikan alternatif berdasarkan rangking tersebut. yang keempat adalah mengevaluasi. Artinya kalau salah ya bisnisnya diperbaiki. Kalau benar, dilanjutkan. Kemudian setelah kita mengelola resiko, ada beberapa tips untuk mengelola resiko. Yang pertama adalah hindari resiko yang sering terjadi. Kemudian yang kedua adalah asuransikan resiko yang sekali terjadi, namun dampaknya besar. Yang ketiga adalah lakukan pencegahan bagi resiko yang dampaknya kecil. Yang keempat adalah hadapi resiko yang dampaknya kecil, dan jarang terjadi.
Sehingga dari pembahasan resiko ini kita bisa ambil kesimpulan. Kesimpulan yang pertama dengan kita belajar resiko adalah kita bisa mengelola resiko. Artinya, kita dalam bisnis harus mengklasifikasikan resiko mana yang bisa dihindari, dan resiko mana yang tidak bisa dihindari. Kalau resiko yang tidak bisa kita hindari, ya kita harus menghadapinya. Tapi resiko yang bisa kita hindari, ya seminimal mungkin kita hindari dengan beberapa tips yang tadi sudah dijelaskan.
Saya ulangi lagi tipsnya adalah: Pertama, hindari resiko yang sering terjadi. Yang kedua asuransikan resiko yang sering terjadi, namun dampaknya besar. Yang ketiga adalah lakukan pencegahan bagi resiko yang dampaknya kecil. Yang terakhir adalah hadapi resiko yang dampaknya kecil, dan jarang terjadi.
Terimaksih kepada para UC Onliners. Mudah-mudahan yang dijelaskan hari ini bisa membawa manfaat dan bisa diaplikasikan dalam bisnis kita. Salam Entrepreneur...
Transkrip Video Calculated Risk Taking - Handling Risks & Leveraging Resources
Salam Entrepreneur UC Onliners..
Saya Nur Agustinus dari Universitas Ciputra. Saya akan membawakan materi tentang Calculated Risk Taking. Nah, banyak orang ingin membuka usaha sendiri. Tapi seringkali orang kemudian ragu-ragu untuk memulainya. Entah apa pun alasannya. Misalnya, modal belum cukup, atau mungkin pengalaman juga masih kurang. Tapi pada umumnya mengapa mereka tidak berani bertindak? Karena mereka masih memikirkan resiko-resiko yang akan dihadapinya. Orang takut menghadapi resiko karena yang kita hadapi adalah sebuah masa depan yang tidak pasti. Entrepreneur selalu menghadapi keadaan di masa depan yang tidak pasti. Oleh karena itu bagaimana kita mengatur supaya kita bisa mengkalkulasi resiko itu dengan sebaik-baiknya.
Setiap Entrepreneur tahu bagaimana dia mengkalkulasi sebuah resiko. Artinya begini. Resiko pada satu orang akan dipersepsi dengan cara yang berbeda-beda. Ada yang melihat resiko itu dia sanggup hadapi, ada yang juga melihat bahwa dia tidak sanggup mengahadapinya. Ini tergantung dari pengalaman yang bersangkutan dan sejauh mana frekuensi atau akibat kepada yang bersangkutan juga.
Ada sebuah teori yang dikembangkan oleh profesor Saras D. Sarasvathy tentang teori Efektuasi, seperti kita bisa lihat dalam grafik di sebelah ini. Teori efektuasi ini punya lima prinsip. Salah satu prinsip yang paling utama adalah apa yang kita punya, karena Entrepreneur berangkat dari apa yang dia miliki, siapa dia, dan apa yang bisa dia lakukan. Tapi mengapa ada orang yang merasa bisa melakukan tapi tidak mau melakukan? Ya, karena masalah resiko ini. Nah, Profesor Saras D. Sarasvathy mengatakan bahwa Entrepreneur yang sukses itu melakukan usahanya dengan sistem Affordable Loss. Artunya, dia tahu apa yang dia lakukan atau dia keluarkan, baik itu modal, baik itu tenaga, pikiran, itu dia siap menanggung kerugiannya.
Bagaimana orang menanggung kerugian itu berbeda-beda. Bagi satu orang mungkin sepuluh juta sudah luar biasa berat, bagi orang lain mungkin sepuluh juta tidak ada masalah. Kita bisa melihat bahwa resiko itu ada beraneka ragam. Pada prinsipnya ada dua macam resiko. Yaitu resiko finansial, dan resiko non finansial. Seperti kita ketahui, resiko finansial tentunya bahwa setiap kali usaha yang kita lakukan tentu bisa berakibat kerugian daripada uang yang telah kita berikan untuk usaha kita.
Nah, bagaimana kita mengkalkulasi resiko itu? Tentunya mudah sekali kita membuat sebuah rencana bisnis. Bahwa nanti akan ada pendapatannya sekian, keuntungannya sekian. Tapi bagaimana kalau itu tidak terjadi? Sebab kita sebagai Entrepreneur tahu bahwa masa depan tidak bisa diprediksi. Kalau kita amati sebetulnya kesuksesan seorang Entrepreneur tidak lepas dari kemampuan dia untuk meningkatkan sumber daya yang dia miliki.Bagaimana dia mengajak orang lain, mengajak partnernya untuk berbisnis, karena mungkin kalau dia hanya sendiri mungkin dia mudah sekali ragu-ragu atau takut mengambil resiko. Tapi dengan adanya partner dia akan lebih berani untuk bertindak.
Demikian juga satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah masalah mentor. Seorang yang ingin berhasil, dia perlu sekali mentor. Mentor tidak harus selalu orang yang cerdas, sukses. Tapi orang yang bisa memberi dia support, dukungan, pengarahan, tahu arah mana yang harus dituju supaya dia bisa berhasil. Sebab kadangkala orang melihat sebuah resiko dengan persepsinya dia, bisa berbeda kalau dilihat oleh persepsi orang lain. Nah, cara-cara seperti ini harus dilakukan. Kita tidak mungkin sukses dengan seorang diri. Kita membutuhkan orang lain. Kita harus bisa meningkatkan apa yang kita punya supaya kita berhasil.
UC Onliners, Universitas Ciputra Entrepreneurship Center pernah memberikan pelatihan kepada saudara Suswanto bagaimana dia menjadi seorang Entrepreneur. Dan dia sudah bisa membuktikan bahwa yang semula ragu-ragu, semula dia melihat resiko itu sebagai sebuah hambatan, dia berani melakukannya, dia berani bertindak. UC Onliners, kita berkesempatan bertemu dengan saudara Suswanto untuk bisa mendapatkan inspirasi bagaimana dia mengkalkulasi resiko yang dihadapi. Sebelumnya, mari kita simak video berikut ini.

[Video Suswanto]

Salam Entrepreneur UC Onliners. Kita akan pergi ke Jogja untuk menemui saudara Suswanto. Kita akan mendapatkan inspirasi langsung dari dia bagaimana caranya memulai, mengelola, dan memperbesar usahanya. Tentunya termasuk adalah bagaimana Suswanto mengatasi resiko-resiko yang dihadapinya.
----Perbincangan Nur Agustinus (NA) dengan Suswanto (S)
NA : Apakah anda setuju bahwa Entrepreneurship bisa mengubah hidup seseorang?
S : Kalau memang mengubah hidup, dari detailnya itu memang memberi wawasan. Mungkin suatu pilihan kalau kita sebagai seorang mahasiswa atau orang hidup itu memberikan suatu pilihan bahwa Entrepreneur itu selain kita bekerja, kita juga berwirausaha.
NA : Tapi, ketika misalnya kita mau berentrepreneur itu ada resiko-resiko.
S : Betul..
NA : Bagaimana kita itu siap menghadapi resiko?
S : Nah, gini pak, sebelum kita masuk ke bisnis yang kita masuki, itu kita kan harus riset dulu. Misalnya kalau itu kan konsumennya siapa? Dan lain sebagainya. Dari situ kan kelihatan tanah itu, kalau saya di bagian perumahan ya pak, tahan itu itu potensial apa nggak? Kira-kira cepat laku atau nggak? Kalau yang cepat laku, dijual berapa? Kalau misalnya nggak cepat laku itu dijual berapa? Nah, setalah riset masuk, ada kalau di tempat kami ada beberapa sektor perumahan lho pak. Itu yang pertama itu adalah perijinan. Perijinan tanah itu misalnya bisa didirikan tanah atau nggak? Daerah hijau nggak? Kalau daerah itu itu mau uang berapa pun masuk ya bunuh diri. Kan seperti itu. Itu bisa diterima atau nggak? Nah, setelah perijinan, kita masuk tahap dua, yaitu marketnya. Marketnya bagaimana? Siapa aja marketnya? Dengan waktu dulu harganya kan sekitar empat ratus lima puluh kan tentu saja dengan seratus lima puluh berbeda orangnya. Dari yang 1 M khan juga berbeda orangnya. Kan seperti itu. Nah kita bisa membidik nggak orang-orang tersebut? Itu dari segi marketnya. Kalau lihat resiko itu detail baru bisa melangkah, baru berani melangkah. Detail dulu, apa pun resikonya kalau semakin kita tahu bisnis yang akan kita jalani, sebernanya resiko itu akan muncul. Muncul, banyak-banyak muncul. Nah, resiko muncul itu bisa diantisipasi melalui riset. Pendekatan riset yang aktual. Jangan kira-kira. Kira-kira itu yang sebenarnya resiko itu akan besar.
Jadi, kapan kita balik modal itu penting. Kita menjual berapa? Terus marketnya ada apa nggak? Perijinannya bagaimana? Terus itu kalkulasi Break Even Pointnya berapa? Kita itu punya senjatanya apa? Kalau kita sama sekali tidak punya senjata ya gimana lagi? Senjata bisa bermacam-macam. Berupa tanah, berupa uang, bisa ada yang dijaminkan.
Saran-saran saya untuk teman-teman yang ingin belajar Entrepreneurship. Yang pertama adalah kita harus punya visi. Visi dulu. Visi mbak-mbak, mas-mas, bapak/ ibu itu apa? Yang kedua kita harus berjalan lurus antara visi dengan misi kita. Nah, misalkan kita harus punya kemampuan untuk visi kita itu apa? Kalau misalnya kita down, atau apa. Kita harus lihat visi kita itu. Ita yang pertama. Yang kedua, bagi pemula sebaiknya untuk memulai berwirausaha harusnya dari yang kecil-kecil dahulu. Jangan terlalu berpikir yang besar. Yang kecil dulu, kalau bisa modalnya juga pakai sendiri, kalau bisa tanpa modal. Itu yang kedua. Yang ketiga baru setelah tahap pengembangan, setelah berkembang ada keuntungan, baru bisa untuk meminjam bank. Kenapa saya katakan demikian? Karena resiko untuk meminjam bank pada awal sebagai pemula itu sangat besar resikonya. Uang yang kita pinjam dari bank sebelum kita pakai, sebenarnya sudah ada bunganya. Kita setiap bulan juga mencicil, mencicil, mencicil. Iya kalau dipakai. Kalau nggak? Nah, resikonya besar sekali. Kalau tahap pengembangan, kita sudah punya untung dan kita bisa mengembalikan bunganya, dan pokoknya, maka pinjam bank itu diwajibkan untuk pengembangan usaha. Nah, selanjutnya yang paling penting adalah semangat. Semangat, pantang menyerah, jangan berpikir tentang kegagalan. Kegagalan adalah sebenarnya cuma bayang-bayang kita saja. Bisa atau tidaknya kita menjadi seorang Entrepreneur adalah tergantung dari diri kita sendiri. Bukan dari orang lain.
Nama saya suswanto, semoga sharing saya ini bisa menjadikan mas-mas, mbak-mbak, menjadi seorang pengusaha yang sukses. Salam Entrepreneur..
UC Onliners, kita telah mendengarkan pemaparan dari Suswanto yang telah memberikan kita inspirasi tentang bagaimana memulai sebuah bisnis. Bahwa penting sekali untuk mengetahui sebuah resiko-resiko yang akan kita hadapi sebagai seorang Entrepreneur. Resiko bukan untuk dihindari. Resiko bisa kita atasi kalau kita tahu persis apa yang akan kita lakukan.
Seperti apa yang dikatakan oleh Suswanto. Pertama, kita harus melakukan riset pasar. Bagaimana peluang pasar itu bisa diterima oleh pasar. Nah, kita harus tahu juga bagaimana kita memanfaatkan dan menjalin hubungan dengan network. Artinya kita harus siap bekerja sama dengan orang lain. Seorang Entrepreneur tidak mungkin sukses seorang diri. Dia juga perlu mentor. Seseorang yang bisa membawanya ke arah yang benar, untuk mencapai tujuannya. Visi juga adalah hal yang penting. Visi yang membuat  seseorang itu mempunyai tekad dan keinginan yang sungguh-sungguh untuk mencapai tujuannya. Sehingga kalaupun dia mengalami kegagalan, dia tidak akan menyerah. Dia akan berusaha untuk bangkit lagi.
Nah, kita juga dapat pelajaran dari Suswanto bahwa seseorang itu harus mempunyai keyakinan yang sungguh-sungguh. Harus mau siap untuk bekerja keras. Tidak ada kesuksesan yang datang dengan tiba-tiba.
Semoga pembelajaran mengenai bagaimana mengatasi resiko ini bermanfaat. Saya Nur Agustinus.
Salam Entrepreneur..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar